8 Mei 2013

Naksir Istri Guru (HP 1)

Akhir-akhir itu, saya baru nyadar ternyata si Dewi Sofiah itu merupakan sosok wanita cantik. Ya, si Dewi yang ketika saya kelas 3 SMAN (Sekolah Madrasah Aliyah Negeri) dia kelas 3 SMP. Saya sering melihatnya, berpapasan dengannya tapi tidak sampai memeluknya. Saya tau dia, karena dia cantik meski sedikit lugu, body-nya yang sedikit bongsor untuk ukuran SMP, kulitnya yang lumayan putih sehingga dia akan memerah tidak hanya karena malu tapi karena kepanasan juga. Dia juga tau saya, karena saya terkenal dan suka mentas theater-theater-an didkit-dikit. Itu semua karena tempat kita satu komplek.

Kesadaran saya akan kecantikan si Dewi cukup dibilang telat. Saya sudah di semester 3 sedangkan si Dewi sudah duduk di kelas 2 SMAN. Tapi, sebagaimana pepatah bertuah; “tidak ada kata terlambat”, itu. Apalagi untukmu Dewi !!! tak peduli saya harus masuk katagori LDR (itu kalau saya benar-benar jadian, meski nyatanya sampe sekarang nggak), yang penting hati kita menyatu. Tak peduli lewat HP, yang penting kita saling bertukar teks sms atau telepon. 
 
Oleh karena itu, mulailah saya bergerilnya. Mencari tau keberadaanmu, mencari tau juga nomer HP-mu.
Tidak butuh waktu yang begitu lama. Keberadaannya sudah bisa dilacak. Nomernya sudah diketemukan. Itu semua di dapat dari si Imam Safey, teman saya yang berdomisili di dekat sekolahan si Dewi. Saya segera save nomer yang di sms-kan olehnya. “sang Dewi” begitu saya simpan di kontak HP.

Jangan lama-lama juga saya untuk menyapa si Dewi. Saya harus segera mengirimkan sms kepadanya. Dan malam itu saya kira waktu yang tepat untuk menyapamu sekitar jam 08:00-an.

HP saya: “Ass. Ma Dewi Sofiahkah? Pa kbar Dewi? Sekolah dmn skrg?
HP Sang Dewi: “Wss. Baik. Maaf siapa ya?
HP Saya: oia mf gk kenalan dl he. Ni Aris, Aris Macan yg dl skolah di SMAN itu. Masih ingat kan? He
HP Sang Dewi: “ooo.. iya inget hehe”
HP saya: “Aplgi q he.. ingatanq bgtu kuat kpdmu. Menggelora dlm pkiran, menyambar dlm hati. Tak pduli dgn panasnya Jogja, aq ttp mrindukan dinginnya Tasik. Aq tau kau tdk akan pduli dgn puluhan rayuan cinta monyet anak SMA, krn kau lbih mrindukan cinta dewasa. Krna aq tau kaulah sang Dewi”

Setelah sms itu, HP saya tidak bunyi lagi. Tidak ada tanda-tanda balesan dari si Dewi. Saya mulai gelisah; “salahkah aku mengirimkan kata-kata itu sehingga dia tak mau menjawabnya? Atau mungkinkah dia tidak paham dengan kata-kataku yang sedikit puitis?” 
 
Benar-benar saya gundah gulana. Sudah 40 menitan dia belum membalas. Kenapa? Apakah ada yang salah? Ataukah dia tidak paham dengan kata-kata puitis?

Dari pada saya diselimuti rasa galau, lebih baik saya pastikan apakah dia marah dengan kata-kata saya, nggak menerima atau malah nggak ngerti karena sedikit puitis. Ya, saya harus klarifikasi. Saya harus sms dia lagi.

HP saya: “ sudah tidurkah Dewi? Atau kurang berkenan dgn sms-nya? –maaf-

Setelah 15 menit terkirim, balesan tetap tidak dating juga. 20 menit selanjutnya juga tidak ada. 30 menit kemudian masih sama. Oh.. sang Dewi, kau benar-benar membuat galau hati ini…
Dan baru setelah 45 menit sms itu terkirim, HP saya bordering. Senang betul ketika saya liat yang memanggil adalah “sang Dewi”. Saya akan mendengar suaranya. Tak perlu dia bernyanyi layaknya Madona, Byonce, Cristina Aguelera atau Fatin Shidqia. Batuknya saya kira akan terdengar merdu.

Klik. Saya angkat telpon itu.

Sang Dewi : “Assalamualaikum”
Saya : “ Waalaikumsalam”
Sang Dewi : “ini betul Aris Macan?”
Saya : “betul Wi..”
Sang Dewi: “kuliah dimana sekarang?”
Saya :“di Jogja, kalo Dewi sekolah dimana sekarang?”
Sang Dewi: “udah nggak sekolah, di rumah aja”
Saya : ”kenapa udah nggak sekolah? Bukannya masih kelas 2?”
Sang Dewi : “ya di rumah aja, ngurus anak sama suami he…”
Saya terdiam sejenak, antara kaget dan cemburu…
Saya : “beneran? Mang dapat suami orang mana?”
Sang Dewi : “Pak Rustam? He..”
Saya : “Pak Rustam? Orang mana tuh?”
Sang Dewi : “itu, kepala sekolah SMA he…”
Saya : “ ini…ini…ibu Popong? Istri pak Rustam?”
Sang Dewi : “iya hee..”


2 komentar: