Akhir-akhir
itu, saya baru nyadar ternyata si Dewi Sofiah itu merupakan sosok
wanita cantik. Ya, si Dewi yang ketika saya kelas 3 SMAN (Sekolah
Madrasah Aliyah Negeri) dia kelas 3 SMP. Saya sering melihatnya,
berpapasan dengannya tapi tidak sampai memeluknya. Saya tau dia,
karena dia cantik meski sedikit lugu, body-nya yang sedikit bongsor
untuk ukuran SMP, kulitnya yang lumayan putih sehingga dia akan
memerah tidak hanya karena malu tapi karena kepanasan juga. Dia juga
tau saya, karena saya terkenal dan suka mentas theater-theater-an
didkit-dikit. Itu semua karena tempat kita satu komplek.
Kesadaran
saya akan kecantikan si Dewi cukup dibilang telat. Saya sudah di
semester 3 sedangkan si Dewi sudah duduk di kelas 2 SMAN. Tapi,
sebagaimana pepatah bertuah; “tidak ada kata terlambat”, itu.
Apalagi untukmu Dewi !!! tak peduli saya harus masuk katagori LDR
(itu kalau saya benar-benar jadian, meski nyatanya sampe sekarang
nggak), yang penting hati kita menyatu. Tak peduli lewat HP, yang
penting kita saling bertukar teks sms atau telepon.
Oleh
karena itu, mulailah saya bergerilnya. Mencari tau keberadaanmu,
mencari tau juga nomer HP-mu.
Tidak
butuh waktu yang begitu lama. Keberadaannya sudah bisa dilacak.
Nomernya sudah diketemukan. Itu semua di dapat dari si Imam Safey,
teman saya yang berdomisili di dekat sekolahan si Dewi. Saya segera
save nomer yang di sms-kan olehnya. “sang Dewi” begitu saya
simpan di kontak HP.
Jangan
lama-lama juga saya untuk menyapa si Dewi. Saya harus segera
mengirimkan sms kepadanya. Dan malam itu saya kira waktu yang tepat
untuk menyapamu sekitar jam 08:00-an.
HP
saya: “Ass. Ma Dewi Sofiahkah? Pa kbar Dewi? Sekolah dmn skrg?
HP
Sang Dewi: “Wss. Baik. Maaf siapa ya?
HP
Saya: oia mf gk kenalan dl he. Ni Aris, Aris Macan yg dl skolah di
SMAN itu. Masih ingat kan? He
HP
Sang Dewi: “ooo.. iya inget hehe”
HP
saya: “Aplgi q he.. ingatanq bgtu kuat kpdmu. Menggelora dlm
pkiran, menyambar dlm hati. Tak pduli dgn panasnya Jogja, aq ttp
mrindukan dinginnya Tasik. Aq tau kau tdk akan pduli dgn puluhan
rayuan cinta monyet anak SMA, krn kau lbih mrindukan cinta dewasa.
Krna aq tau kaulah sang Dewi”
Setelah
sms itu, HP saya tidak bunyi lagi. Tidak ada tanda-tanda balesan dari
si Dewi. Saya mulai gelisah; “salahkah aku mengirimkan kata-kata
itu sehingga dia tak mau menjawabnya? Atau mungkinkah dia tidak paham
dengan kata-kataku yang sedikit puitis?”
Benar-benar
saya gundah gulana. Sudah 40 menitan dia belum membalas. Kenapa?
Apakah ada yang salah? Ataukah dia tidak paham dengan kata-kata
puitis?
Dari
pada saya diselimuti rasa galau, lebih baik saya pastikan apakah dia
marah dengan kata-kata saya, nggak menerima atau malah nggak ngerti
karena sedikit puitis. Ya, saya harus klarifikasi. Saya harus sms dia
lagi.
HP
saya: “ sudah tidurkah Dewi? Atau kurang berkenan dgn sms-nya?
–maaf-
Setelah
15 menit terkirim, balesan tetap tidak dating juga. 20 menit
selanjutnya juga tidak ada. 30 menit kemudian masih sama. Oh.. sang
Dewi, kau benar-benar membuat galau hati ini…
Dan
baru setelah 45 menit sms itu terkirim, HP saya bordering. Senang
betul ketika saya liat yang memanggil adalah “sang Dewi”. Saya
akan mendengar suaranya. Tak perlu dia bernyanyi layaknya Madona,
Byonce, Cristina Aguelera atau Fatin Shidqia. Batuknya saya kira akan
terdengar merdu.
Klik.
Saya angkat telpon itu.
Sang
Dewi : “Assalamualaikum”
Saya
: “ Waalaikumsalam”
Sang Dewi : “ini betul Aris Macan?”
Saya
: “betul Wi..”
Sang
Dewi: “kuliah dimana sekarang?”
Saya
:“di Jogja, kalo Dewi sekolah dimana sekarang?”
Sang
Dewi: “udah nggak sekolah, di rumah aja”
Saya
: ”kenapa udah nggak sekolah? Bukannya masih kelas 2?”
Sang
Dewi : “ya di rumah aja, ngurus anak sama suami he…”
Saya
terdiam sejenak, antara kaget dan cemburu…
Saya
: “beneran? Mang dapat suami orang mana?”
Sang
Dewi : “Pak Rustam? He..”
Saya
: “Pak Rustam? Orang mana tuh?”
Sang
Dewi : “itu, kepala sekolah SMA he…”
Saya
: “ ini…ini…ibu Popong? Istri pak Rustam?”
Sang
Dewi : “iya hee..”
Jadi kamu teh salah gitu?
BalasHapusiya begitulah..itu istrinya guru saya, bukan si dewi
BalasHapus