Kuliner
merupakan salah satu kekayaan yang dimiliki Indonesia. Berbagai
bentuk dan rasa tersebar dari Sabang sampai Papua. Berbicara kuliner,
tentu yang menjadi salah satu fokus perbincangan adalah soal rasa;
manis, asam atau asin. Baru-lah muncul kesimpulan; enak, kurang enak
atau tidak enak.
“Makyoss”
begitu kesimpulan salah satu program acara TV ketika sang presenter
habis mencicipi makanannya. Konon katanya kata itu keluar kalo yang
dia cicipi benar-benar enaknya luar biasa.
gambar diambil dari ceritamakan.wordpress.com |
Porsi
menjadi salah satu visi utama dalam penjelajahan kulinernya sebagai
seorang mahasiswa rantau. Dia cukup hapal warung makan dimana si
pembeli bisa bebas mengambil nasi atau dengan porsi yang banyak. Kalo
tempat makan radius 100-500 meteran dekat-dekat kampus dia sudah
hapal di luar kepala. Bahkan yang radiusnya kiloan meter pun dia
sudah banyak yang tau.
Salah
satu makanan favoritnya, selain nasi yang banyak tentunya, adalah
bakso. Dalam satu minggu lidahnya mesti harus kena sama bakso. Ya
minimal 3 kali lah dalm satu minggu.
Di
suatu siang yang cukup panas, sepulang kuliah, lidahnya sudah tak
tahan lagi dengan bakso. Hamparan mie besar bergelombang, bakso super
yang berbahan daging sapi serta lautan air gurih dengan tambahan
sambal yang sedikit pedas menghipnotisnya. Mulutnya sudah
kumat-kamit, seakan air liur itu adalah kuah bakso yang membasahi
lidahnya. Matanya sudah berkaca-kaca meski terhalang kaca mata,
seakan ia sudah melahap 1 sendok sambal pedas.
Dan
buzz… motor matic-nya meleset kencang… melewati kerumunan teman
kampusnya, menghiraukan sapaan mereka.
Tibalah
ia di tempat jualan bakso pavoritnya:
“mas
mie ayam bakso yah !! baksonya 2 bakso super ya !!” pesan dia
sesampainya tiba di depan penjual bakso.
Mie
ayam bakso adalah mie ayam yang ada baksonya. Biasanya di hidangkan
dalam satu mangkok. Bakso super merupakan bakso dengan ukuran besar,
minimal ukurannya berdiameter 5 cm. ia duduk menunggu. Sendiri. Di
meja paling tengah, karena meja lainnya sudah penuh diisi pelanggan
yang kebanyakan cewek dan juga berpasangan.
Mukanya
mulai berseri-seri ketika salah seorang pelayan (cowok)
menghampirinya. Si pelayannya juga berseri-seri. Mungkin mereka sudah
terjalin chemistry, suka saling suka sehingga saling melempar
senyuman.
Ketika
mangkok diturunkan, dia cukup heran. Si pelayan memberikan 2 mangkok,
padahal dia Cuma pesan mie ayam bakso yang biasanya disatu mangkok
kan. Tapi sudah lah. Dia tidak protes. Mungkin ini karena bakso-nya
super, dua lagi, pikirnya. Jadi harus di pisahkan biar nggak tumpah.
Lagian lumayan juga kalo 2 mangkok, kan air nya jadi banyak. Dan itu
pasti enak.
Tapi,
karena 2 mangkok itu dia tetap merasakan malu. Apalagi di samping
kanan dan kirinya ada cewek-cewek, ya meski sama pasangannya. Untuk
mengelabui penglihatan dari pelanggan yang duduk disampingnya, dia
mengambil tempat krupuk dan mendekatnya ke mangkok yang isi nya 2
bakso super. Dengan begitu dia berharap orang di sekelilingnya hanya
mengira dia makan satu mangkok mie ayam.
Perlahan-lahan
dia mulai mencicipi. Cicipan awalnya di mulai dari kuah mie ayam nya.
Pelan-pelan sambil sesekali di tiup karena dia tau itu panas kalo
langsung dimasukkan ke mulut. Aktifitas cicipannya terhenti ketika
ada seorang ibu muda yang lumayan cantik dan hendak pulang. Ibu muda
itu beserta anaknya yang kira-kira berusia 4 tahunan. Ibu muda itu
akan melewati mejanya kalo mau pulang karena dia duduk di meja
barisan depan.
Ketika
sudah sejajar dengan kursi tempat duduk teman saya, ibu muda itu
terhenti. Jelas bukan karena dia naksir dan ingin merayu teman saya,
tapi itu karena ada tarikan baju oleh anaknya. Si anak hendak
menunjukkan sesuatu:
“bunda…bunda…
ini ko om-nya makan 2 mangkok? Padahal kan sendirian om-nya?”
Bukan
polos, anak itu cukup kritis, dia sudah bisa membedakan mana yang
baik dan buruk. Si ibu tidak menjawabnya. Dia hanya tersenyum,
sebenarnya dia lebih enak tertawa, tapi mungkin akan nggak bagus buat
kecantikannya.
Teman
saya hanya tersenyum di luar. Di dalam hatinya bergejolak, sikap
kritis yang harus diemban sebagai aktifis mahasiswa ternyata di
kalahkan oleh anak kecil. Dia dipermalukan di depan orang banyak.
Ingin ia melempar anak itu dengan bakso, tapi setelah dipikir-pikir
saying juga kalo nggak di makan. Biarlah…
Wahai
temanku, andai saja aku ada disana kala itu, aku akan memberitahu
bahwa kekritisanmu belum ada apa-apanya. Liat anak itu !! dengan
kepolosan dan penuh kejujuran dia melakukan sikap yang kritis dan
tepat sasaran. Kekritisannya mampu menelanjangi kondisimu sebenarnya.
Itulah sebenarnya sikap kritis, tanpa pesanan, tanpa tekanan tapi
betul-betul muncul dari kesadaran. Terakhir aku hanya ingin bilang:
“emang
enak kalo banyak?”
0 komentar:
Posting Komentar